KHUTBAT JUM'AT
MERAJUT KEMBALI SIMPUL
PERSAUDARAAN
Oleh : M. Ihsan Dacholfany
ISBN. 978-602-150842-8
KHUTBAH PERTAMA
اْلحَمْدُ
للهِ الَّذِيْ يُحِبُّ الطَّائِعِيْنَ وَيُكَافِئُ الْمُخْلِصِيْنَ وَيُضَاعِفُ
أَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ. أَشْهَدُ أَن لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ اْلقَوِيُّ الْمَتِيْنُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَّعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ :وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى
الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
Hadirin
Jama’ah Jumat Rahimakumullah
Pada kesempatan khutbah ini, saya mengajak
hadirin sekalian, terutama pada diri khatib sendiri untuk senantiasa
bersama-sama meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT dan terus menerus
berusaha meningkatkan ketakwaan itu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya
dan menjauhi larangan-larangan-Nya serta mensyukuri semua kenikmatan dan
karunia yang diberikan kepada kita dengan menggunakan dan menyalurkannya pada
jalan yang diridhai-Nya. Dengan demikian, semoga kita senantiasa mendapatkan
keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amin. sebagaimana wasiat yang
telah disampaikan Allah SWT di dalam
ayat di atas:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوْا
عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ.
Artinya:
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah. Sungguh Allah amat berat siksa-Nya".
(Q.S. Al-Maidah: 2)
Akhir-akhir ini kita terus dirundung duka dan
dikejutkan oleh berbagai peristiwa-peristiwa antara daerah yang bernuansa
kesukuan atau etnis yang kelihatan seolah-olah pertarungan harga diri yang
harus dibela, diperjuangkan sampai titik darah penghabisan, sehingga banyak
korban yang berjatuhan, baik materi maupun korban nyawa. Padahal, menurut
Rasulallah SAW, perang suku atau mati karena membela kedaerahan bukan membela
kebenaran dan keadilan, maka matinya adalah mati jahiliyyah, mati yang
sia-sia.
Yang lebih memprihatinkan lagi, jika
ditelusuri, mereka yang terlibat tawuran tersebut adalah satu akidah, satu
keyakinan dan satu agama, yaitu agama Islam. Seolah-olah kesamaan
agama dan keyakinan tidak lagi menjadi perekat persaudaraan. Perpecahan
tersebut berlaku dari tingkat masyarakat bawah sampai dengan tingkat atas,
perpecahan itu dengan cara saling menjatuhkan dan saling memfitnah hingga
benturan-benturan fisik, perpecahan itu hanya karena membela kepentingan yang
sifatnya jangka pendek, yang semua itu didominasi oleh hawa nafsu dan kerakusan
pada jabatan, kedudukan dan materi, untuk mempertahankan kedudukan dan jabatan,
seseorang rela mengorbankan hubungan persaudaran yang seharusnya merupakan ciri
utama dari orang-orang yang beriman.
Rasulallah Saw bersabda:
لَا يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ )رَوَاهُ اْلبُخَارِي
وَمُسْلِمٌ(
Artinya:
“Tidak dikatakan beriman seseorang di antara kalian sehingga ia
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (H.R. Bukhari Muslim).
Haruskah perpecahan dan permusuhan ini terus
menerus terjadi hanya karena perbedaan daerah dan asal keturunan? Atau
hanya karena perbedaan orientasi dan arah dunia politik praktis? Atau hanya
karena perbedaan metode dakwah? Atau hanya karena jabatan? Bukankah
permusuhan itu sangat dibenci Allah dan disenangi setan ? Atau mungkin kita ini
lebih pantas disebut hizb syaitan (tentara syaitan) daripada hizb
Allah (tentara Allah)?
Ilustrasi tersebut menggambarkan betapa
pentingnya menjaga kesatuan dan memupuk persatuan di antara kita, sebab
perbedaan yang muncul dari keragaman di negeri ini, tidak mustahil menjadi
pemicu lahirnya panatisme buta, persaingan tidak sehat, perselisihan,
gontok-gontokan, perpecahan yang bisa meluluh lantahkan nilai-nilai kebersamaan,
merapuhkan persatuan dan tidak mustahil membawa derita dan kehancuran bangsa
kita. Na'udzubillah tsuma na'udzubillah min dzalik.
Nabi
Kita Muhammad SAW telah berusaha selama hidupnya agar selalu menjalin hubungan
sesama Islam tanpa melihat latar belakang ras,
keturunan, jabatan dan kedudukan sosial. Sejarah telah membuktikan
kepada kita semua, bahwa belum pernah terjadi bentuk persatuan dan kesatuan umat yang besar
melainkan Nabi Kita Muhammad SAW membina kesatuan umat dalam waktu yang relatif
singkat dan mempersatukan berbagai macam faham agama yang berbeda dan kepada umat yang beragama Islam juga. Menurut
sepengetahuan saya, belum pernah terjadi dalam sejarah manapun dan peradaban
kehidupan manusia waktu itu, di mana orang dari golongan bangsawan dipersatukan
dan dipersaudarakan dengan golongan hamba sahaya, sehingga berani untuk
berkorban nyawa, dikarenakan perasaan
kasih sayang yang teramat mendalam dalam sanubari mereka, seperti kholifah Abu Bakar As-Siddiq r.a. dengan
Bilal bin Rabah r.a., sehingga setiap sahabat dapat merasakan akan nikmat dari
persatuan serta persaudaraan yang berteraskan agama Allah SWT.
Hadirin
Jama’ah Jumat Rahimakumullah
Pada dasarnya, ni’mat persaudaraan yang islami adalah anugerah Allah
SWT. Tanpa pertolongan-Nya, tidak mungkin kita dapat membangun
persaudaraan yang islami, sebagaiman firman-Nya dalam Al-Qur’an :
وَاعْتَصِمُواْ
بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً، وَكُنْتُمْ عَلَي شَفَاحُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا، كَذَالِكَ
يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آياَتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
Artinya:
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada
tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah
kepadamu, ketika dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
menjinakan antara hatimu, maka menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang
yan bersaudara…..” (QS. Ali Imran:
103).
Berdasarkan ayat di atas, jelaslah bahwa
nikmat Allah berupa persaudaraan karena iman, hanya akan diberikan manakala
kaum muslimin berpegang teguh kepada Al-Qur’an. Tanpa iman dan Islam
yang benar (disertai pelaksanaan ajarannya dalam aktivitas keseharian) tidak
mungkin persaudaran yang Islami terwujud secara baik dan kuat. Tanpa ketundukan
hati pada Islam atau pada ajaran Allah dengan istiqomah, konsisten, dan
mujahadah, tidak mungkin Allah akan menganugerahkan ni’mat persaudaraan yang
Islami. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an :
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي اْلأَرْضِ
جَمِيْعًا مَّا اَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ اَلَّفَ بَيْنَهُمْ
إِنَّهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Artinya:
“Dan Allah yang
mempersatukan hati mereka(orang-orang yang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak akan
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Anfal: 63)
Allah menciptakan lima jari ternyata
mempunyai nilai filosofi dan hikmah bagi kita, yaitu Persaudaraan dan
Persatuan, ibarat lima jari kita yang
saling tolong menolong dan membutuhkan antara satu dengan yang lainnya sebagai
contoh, jika ingin mendirikan masjid
atau sekolah untuk masyarakat, dari lima
jari kita terdiri atas ibu jari yang identik dengan orang pintar / cerdas yang
mengetahui bagaimana sebaiknya bentuk atau arsitektur bangunan masjid atau
sekolah, kemudian jari telunjuk yang identik dengan orang kaya yang memiliki
harta atau uang untuk membeli bahan bangunan, kemudian jari tengah adalah
paling tinggi dari jari-jari yang lainnya identik sebagai orang tua yang
umurnya lebih panjang dari yang lainnya, yang artinya mempunyai pengalaman
banyak dalam membangun, lalu jari manis yang identik dengan pemuda-pemudi
sebagai kader / penerus sebagai calon pengganti generasi tua dan terakhir
adalah jari kelingking yang identik dengan orang kecil/miskin/tidak memiliki
apa-apa yang bisa disumbangkan kecuali
hanya mampu menyumbangkan tenaganya untuk mengangkat semen, pasir atau alat
bangunan lainnya untuk membangun masjid atau sekolah. Dari sinilah dibutuhkan
kerjasama antara jari-jari tersebut sehingga terjalin persaudaraan dan saling
membutuhkan.
Persatuan adalah tiang penyangga daya suatu negara. Kemajuan atau
kemunduran suatu negara ditentukan oleh persatuan dan kesatuan bangsanya,
Bangsa yang makmur adalah bangsa yang bersatu, bangsa yang hancur adalah bangsa
yang berseteru. Pantas, hujjatul Islam Imam Al-Ghazall menegaskan bersatulah
seperti dua tangan ini, jangan bercerai seperti dua telinga ini. Ketika tangan
kanan ke depan, tangan kiri ke belakang. Ketika tangan kiri ke depan, tangan
kanan ke belakang, Akhirnya, kita jalan lenggang kangkung. Tapi, kalau
dua-duanya ke depan persis vampire laksana Satria Baja Hitam.
Dari keterangan di atas kita berusaha untuk
membantu orang-orang yang memerlukan bantuan dengan harta, tenaga, pikiran
serta apapun yang kita bisa. Bantulah para pejuang menegakkan Islam seperti
membangun masjid, mushala, sekolah, pondok pesantren, pantai
asuhan dan sebagainya, Rasulullah SAW bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو
الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ
كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ
اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ
مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ(
Artinya:
“Orang
Muslim adalah saudara orang muslim yang lain, ia tidak boleh menzhalimi
saudaranya dan tidak boleh pula membiarkannya kesulitan. Barang siapa memenuhi
kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebtuhunnya. Dan barangsiapa
melepaskan atas seorang muslim satu kesusahan maka Allah akan melepaskan
untuknya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa
menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib dia pada hari kiamat” (HR. Bukhari Muslim(
Sebagaimana Persaudaraan yang Islami
di
dalam kehidupan ini sesungguhnya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari
iman dan takwa. Takwa tidak akan sempurna
tanpa persaudaraan. dan persaudaraan tidak akan bermakna tanpa
dilandasi ketakwaan. Manakala persaudaraan lepas dari kendali iman
dan takwa, maka yang menjadi
perekatnya adalah kepentingan pribadi, kelompok, kesukuan, maupun hal-hal yang
bersifat material, yang sesungguhnya sangat bersifat semu dan sementara.
Persaudaraan merupakan pondasi bagi ajaran
Islam, sebab selain kita harus memilki jalinan yang baik dengan Allah sebagai
pencipta, kita juga diseru agar mengikat hubungan baik terhadap sesama manusia
dan mahkluk Allah yang lain. Sebaimana dalam firman Allah SWT :
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْا اِلاَّ
بِحَبْلٍ مِّنَ اللهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ
Artinya:
“Mereka ditimpa kehinaan walau di mana mereka
berada, melainkan mereka berpegang teguh dengan agama Allah dan menjalinkan
hubungan baik terhadap sesama manusia”. (Surat A-li ‘Imran :
Ayat 112).
Ta’liful qulb (ketundukan
hati dan kelembutan hati) yang dapat di buktikan dalam bentuk kasih sayang
kepada sesama manusia sangat tergantung pada hubungan kita sebagai umat Islam
terhadap ajaran Islam. Jika kita berusaha semaksimal mungkin melaksanakan
ajaran Islam, maka ketundukan hati dan kelembutan hati akan kita miliki.
Ajaran silaturahmi dengan sesama
kita
sebagai umat Islam hendaknya harus terus menerus dibangun dan dikembangkan
dalam bentuk saling tolong-menolong dan saling mendo’akan satu dengan yang
lainnya. Bahkan silaturahmi yang dianggap paling baik adalah silaturahmi dengan
orang atau kelompok yang sedang bermusuhan. Nabi Muhammad SAW menyebutkan
dengan kata Afdolul fadhooil maksudnya perbuatan yang paling
utama di antara perbuataan yang utama, sebagaimana dikemukakan
dalam sebuah hadits riwayat Imam Thabrani dari Mu’adz bin Jabal. Alangkah
idealnya jika kelompok yang sedang bermusuhan berlomba-lomba saling mendahului
untuk melakukan silaturahmi dan saling mendo’akan, sambil berjanji pada diri sendiri untuk tidak
mudah diadu domba dan dipanasi pada permusuhan. Dalam membangun
ketundukan hati dan kelembutan hati, yang tidak kalah penting adalah kesediaan
dan kesungguhan kita untuk banyak ruku’ dan sujud secara bersama-sama. Artinya
kita harus menjadi pemakmur masjid atau mushola yang kini hampir terdapat di
berbagai tempat dan komunitas. Kebersamaan dalam ruku’ dan sujud
yang kita lakukan dalam shalat
berjama’ah akan menumbuhkan kecintaan kepada Allah SWT
yang kemudian diteruskan dengan kecintaan kepada sesama.
Hal itu telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam membangun persaudaraan antara
sahabat Muhajirin dan sahabat Anshar di kota Madinah, antara keduanya terdapat
kesediaan untuk saling mendahulukan kepentingan saudaranya di atas kepentingan
diri sendiri, Rasulullah SAW bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ)رَوَاهُ اْلبُخَارِي
وَمُسْلِمٌ(
Artinya:
“Orang Islam adalah orang yang, orang-orang
Islam lainnya merasa aman dari kejahatan lisan, dan tangannya. Orang yang hijrah adalah
orang yang hijrah dari yang dilarang Allah menuju kepada yang diperintah
oleh-Nya”. (HR. Bukhari - Muslim(.
Sikap iri dan dengki mendorong manusia terus berusaha
dengan bersunguh-sunguh untuk memusnahkan kejayaan saudaranya itu. Sifat-sifat
seperti ini merupakan satu penyakit umat Islam masa kini yang semakin tidak
terkendali, sehingg umat Islam kini menderita kegagalan dalam bersaing dengan
bangsa lain yang beragama selain Islam. Maka tidak heran jika terdapat banyak ayat
Al-Quran dan Hadis yang melarang kita bersifat demikian. Sebagai contoh,
baginda Rasulullah SAW pernah bersabda yang berbunyi:
اِيَّاكُمْ والحَسَدَ فَاِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا
تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ)
Artinya:
“Jauhilah sifat hasud (dengki), sesungguhnya
kedengkian itu memakan kebaikan seperti
api yang membakar kayu bakar”. (H.R. Abu Daud).
Iri dan dengki yang merupakan sifat syaitan yang
sering masuk ke dalam watak dan perilaku manusia yang mempropogandakan
persaudaraan dan kebersamaan akan dicabut oleh Allah SWT dengan sebab seringnya
bersama-sama dalam ruku’ dan sujud tersebut bersama-sama dalam
melaksanakan sholat.
Kebersamaan dalam ibadah ini mudah-mudahan
akan membentuk cinta kita akan kebersamaan di dalam melaksankan hubungan yang
sangat kita butuhkan bersama. Seperti dalam membangun lembaga pendidikan
berkualitas, lembaga ekonomi dan keuangan yang tangguh, masjid megah dengan
jama’ah yang banyak dan langgeng, pertanian subur dengan hasil berlimpah ruah,
desa damai dengan keamanan yang terjaga, maupun hal-hal lain yang dibutuhkan
bersama. Marilah kita habiskan tenaga dan kekuatan kita untuk membangun umat dalam berbagai bidang
kehidupan untuk tetap bersatu, dan bukannya dihabiskan untuk saling memfitnah,
saling menjatuhkan, saling mencelakakan, saling membunuh. Tidak ada yang
diuntungkan dengan dendam dan permusuhan itu, kecuali syaitan dan
golongannya.
Alhamdulilah,
kita patut bangga dan bersyukur kepada Allah SWT., karena seiring dengan
semangat gotong royong seirama dengan spirit bhineka tunggal ika,
perbedaan-perbedaan yang timbul dari keragaman di negara kita ini, dipandang
masih dalam kerangka fastabiqul khairat. Amin ya Rabbal alamin.
Jika berbagai perbedaan dilandasi dengan
iman, diorientasikan menimba amal kebajikan, dijadikan sebagai iner power
bagi kita, maka hal itu akan dapat tercipta suatu perdamaian yang nyata. Kita akan memperoleh
pahala dan ampunan dari Allah SWT. Sebagaimana terangkai dalam al-Qur'an surat
al-Maidah ayat: 9 yang berbunyi:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ۙ لَهُمْ
مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
Artinya:
Artinya:
“ Allah telah berjanji
kepada orang yang beriman dan beramal
kebaikan, bagi mereka ampunan dan pahala berlimpahan”. (QS al-Maidah: 9)
Semoga Allah menganugerahi kita keturunan dan
generasi yang shaleh dan shalehah yang bersatu padu dalam kebaikan dan
kebenaran, serta menganugerahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kita untuk
dapat mencapai persatuan, kedamaian, dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun
di akhirat. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ
فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ
فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ اللهَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar