Senin, 20 Februari 2017

MERAJUT KEMBALI SIMPUL PERSAUDARAAN



KHUTBAT JUM'AT
MERAJUT KEMBALI SIMPUL PERSAUDARAAN
Oleh : M. Ihsan Dacholfany


ISBN. 978-602-150842-8



KHUTBAH PERTAMA 

اْلحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يُحِبُّ الطَّائِعِيْنَ وَيُكَافِئُ الْمُخْلِصِيْنَ وَيُضَاعِفُ أَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ. أَشْهَدُ أَن لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ اْلقَوِيُّ الْمَتِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَّعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.  أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ،  يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ  :وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ. 

Hadirin Jama’ah Jumat Rahimakumullah
Pada kesempatan khutbah ini, saya mengajak hadirin sekalian, terutama pada diri khatib sendiri untuk senantiasa bersama-sama meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT dan terus menerus berusaha meningkatkan ketakwaan itu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya serta mensyukuri semua kenikmatan dan karunia yang diberikan kepada kita dengan menggunakan dan menyalurkannya pada jalan yang diridhai-Nya. Dengan demikian, semoga kita senantiasa mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amin. sebagaimana wasiat yang telah disampaikan  Allah SWT di dalam ayat di atas:

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
Artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sungguh Allah amat berat siksa-Nya". (Q.S. Al-Maidah: 2)

Akhir-akhir ini kita terus dirundung duka dan dikejutkan oleh berbagai peristiwa-peristiwa antara daerah yang bernuansa kesukuan atau etnis yang kelihatan seolah-olah pertarungan harga diri yang harus dibela, diperjuangkan sampai titik darah penghabisan, sehingga banyak korban yang berjatuhan, baik materi maupun korban nyawa. Padahal, menurut Rasulallah SAW, perang suku atau mati karena membela kedaerahan bukan membela kebenaran dan keadilan, maka matinya adalah mati jahiliyyah, mati yang sia-sia.
            Yang lebih memprihatinkan lagi, jika ditelusuri, mereka yang terlibat tawuran tersebut adalah satu akidah, satu keyakinan dan satu agama, yaitu agama Islam. Seolah-olah kesamaan agama dan keyakinan tidak lagi menjadi perekat persaudaraan. Perpecahan tersebut berlaku dari tingkat masyarakat bawah sampai dengan tingkat atas, perpecahan itu dengan cara saling menjatuhkan dan saling memfitnah hingga benturan-benturan fisik, perpecahan itu hanya karena membela kepentingan yang sifatnya jangka pendek, yang semua itu didominasi oleh hawa nafsu dan kerakusan pada jabatan, kedudukan dan materi, untuk mempertahankan kedudukan dan jabatan, seseorang rela mengorbankan hubungan persaudaran yang seharusnya merupakan ciri utama dari orang-orang yang beriman.  Rasulallah Saw bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ )رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ(
Artinya:
“Tidak dikatakan beriman seseorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (H.R. Bukhari Muslim).

Haruskah perpecahan dan permusuhan ini terus menerus terjadi hanya karena perbedaan daerah dan asal keturunan? Atau hanya karena perbedaan orientasi dan arah dunia politik praktis? Atau hanya karena perbedaan metode dakwah? Atau hanya karena jabatan? Bukankah permusuhan itu sangat dibenci Allah dan disenangi setan ? Atau mungkin kita ini lebih pantas disebut hizb syaitan (tentara syaitan) daripada hizb Allah (tentara Allah)?
Ilustrasi tersebut menggambarkan betapa pentingnya menjaga kesatuan dan memupuk persatuan di antara kita, sebab perbedaan yang muncul dari keragaman di negeri ini, tidak mustahil menjadi pemicu lahirnya panatisme buta, persaingan tidak sehat, perselisihan, gontok-gontokan, perpecahan yang bisa meluluh lantahkan nilai-nilai kebersamaan, merapuhkan persatuan dan tidak mustahil membawa derita dan kehancuran bangsa kita. Na'udzubillah tsuma na'udzubillah min dzalik.
 Nabi Kita Muhammad SAW telah berusaha selama hidupnya agar selalu menjalin hubungan sesama Islam tanpa melihat latar belakang ras,  keturunan, jabatan dan kedudukan sosial. Sejarah telah membuktikan kepada kita semua, bahwa belum pernah terjadi bentuk  persatuan dan kesatuan umat yang besar melainkan Nabi Kita Muhammad SAW membina kesatuan umat dalam waktu yang relatif singkat dan mempersatukan berbagai macam faham agama yang berbeda dan  kepada umat yang beragama Islam juga. Menurut sepengetahuan saya, belum pernah terjadi dalam sejarah manapun dan peradaban kehidupan manusia waktu itu, di mana orang dari golongan bangsawan dipersatukan dan dipersaudarakan dengan golongan hamba sahaya, sehingga berani untuk berkorban nyawa, dikarenakan  perasaan kasih sayang yang teramat mendalam dalam sanubari mereka, seperti  kholifah Abu Bakar As-Siddiq r.a. dengan Bilal bin Rabah r.a., sehingga setiap sahabat dapat merasakan akan nikmat dari persatuan serta persaudaraan yang berteraskan agama Allah SWT.

Hadirin Jama’ah Jumat Rahimakumullah
             Pada dasarnya, ni’mat persaudaraan yang islami adalah anugerah Allah SWT. Tanpa pertolongan-Nya, tidak mungkin kita dapat membangun persaudaraan yang islami, sebagaiman firman-Nya dalam Al-Qur’an :

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً، وَكُنْتُمْ عَلَي شَفَاحُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا،  كَذَالِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آياَتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
Artinya:
Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu, ketika dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakan antara hatimu, maka menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yan bersaudara…..”  (QS. Ali Imran: 103).

Berdasarkan ayat di atas, jelaslah bahwa nikmat Allah berupa persaudaraan karena iman, hanya akan diberikan manakala kaum muslimin berpegang teguh kepada Al-Qur’an. Tanpa iman dan Islam yang benar (disertai pelaksanaan ajarannya dalam aktivitas keseharian) tidak mungkin persaudaran yang Islami terwujud secara baik dan kuat. Tanpa ketundukan hati pada Islam atau pada ajaran Allah dengan istiqomah, konsisten, dan mujahadah, tidak mungkin Allah akan menganugerahkan ni’mat persaudaraan yang Islami. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an :

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي اْلأَرْضِ جَمِيْعًا مَّا اَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ اَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Artinya:
 “Dan Allah yang mempersatukan hati mereka(orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak akan mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Anfal: 63)

            Allah menciptakan lima jari ternyata mempunyai nilai filosofi dan hikmah bagi kita, yaitu Persaudaraan dan Persatuan,  ibarat lima jari kita yang saling tolong menolong dan membutuhkan antara satu dengan yang lainnya sebagai contoh, jika  ingin mendirikan masjid atau sekolah untuk  masyarakat, dari lima jari kita terdiri atas ibu jari yang identik dengan orang pintar / cerdas yang mengetahui bagaimana sebaiknya bentuk atau arsitektur bangunan masjid atau sekolah, kemudian jari telunjuk yang identik dengan orang kaya yang memiliki harta atau uang untuk membeli bahan bangunan, kemudian jari tengah  adalah  paling tinggi dari jari-jari yang lainnya identik sebagai orang tua yang umurnya lebih panjang dari yang lainnya, yang artinya mempunyai pengalaman banyak dalam membangun, lalu jari manis yang identik dengan pemuda-pemudi sebagai kader / penerus sebagai calon pengganti generasi tua dan terakhir adalah jari kelingking yang identik dengan orang kecil/miskin/tidak memiliki apa-apa yang bisa disumbangkan  kecuali hanya mampu menyumbangkan tenaganya untuk mengangkat semen, pasir atau alat bangunan lainnya untuk membangun masjid atau sekolah. Dari sinilah dibutuhkan kerjasama antara jari-jari tersebut sehingga terjalin persaudaraan dan saling membutuhkan.
Persatuan adalah tiang penyangga daya suatu negara. Kemajuan atau kemunduran suatu negara ditentukan oleh persatuan dan kesatuan bangsanya, Bangsa yang makmur adalah bangsa yang bersatu, bangsa yang hancur adalah bangsa yang berseteru. Pantas, hujjatul Islam Imam Al-Ghazall menegaskan bersatulah seperti dua tangan ini, jangan bercerai seperti dua telinga ini. Ketika tangan kanan ke depan, tangan kiri ke belakang. Ketika tangan kiri ke depan, tangan kanan ke belakang, Akhirnya, kita jalan lenggang kangkung. Tapi, kalau dua-duanya ke depan persis vampire laksana Satria Baja Hitam.
Dari keterangan di atas kita berusaha untuk membantu orang-orang yang memerlukan bantuan dengan harta, tenaga, pikiran serta apapun yang kita bisa. Bantulah para pejuang menegakkan Islam seperti membangun masjid, mushala, sekolah, pondok pesantren, pantai asuhan dan sebagainya, Rasulullah SAW bersabda:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ(


Artinya:
“Orang Muslim adalah saudara orang muslim yang lain, ia tidak boleh menzhalimi saudaranya dan tidak boleh pula membiarkannya kesulitan. Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebtuhunnya. Dan barangsiapa melepaskan atas seorang muslim satu kesusahan maka Allah akan melepaskan untuknya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib dia pada hari kiamat” (HR. Bukhari Muslim(

            Sebagaimana Persaudaraan yang Islami di dalam kehidupan ini sesungguhnya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari iman dan takwa. Takwa tidak akan sempurna tanpa persaudaraan. dan persaudaraan tidak akan bermakna tanpa dilandasi ketakwaan. Manakala persaudaraan lepas dari kendali iman dan takwa, maka yang menjadi perekatnya adalah kepentingan pribadi, kelompok, kesukuan, maupun hal-hal yang bersifat material, yang sesungguhnya sangat bersifat semu dan sementara.
Persaudaraan merupakan pondasi bagi ajaran Islam, sebab selain kita harus memilki jalinan yang baik dengan Allah sebagai pencipta, kita juga diseru agar mengikat hubungan baik terhadap sesama manusia dan mahkluk Allah yang lain. Sebaimana dalam firman Allah SWT :

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْا اِلاَّ بِحَبْلٍ مِّنَ اللهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ
Artinya:
“Mereka ditimpa kehinaan walau di mana mereka berada, melainkan mereka berpegang teguh dengan agama Allah dan menjalinkan hubungan baik terhadap sesama manusia”. (Surat A-li ‘Imran : Ayat 112).
            Ta’liful qulb (ketundukan hati dan kelembutan hati) yang dapat di buktikan dalam bentuk kasih sayang kepada sesama manusia sangat tergantung pada hubungan kita sebagai umat Islam terhadap  ajaran Islam. Jika  kita berusaha semaksimal mungkin melaksanakan ajaran Islam, maka ketundukan hati dan kelembutan hati akan kita miliki.
            Ajaran silaturahmi dengan sesama kita sebagai umat Islam hendaknya  harus terus menerus dibangun dan dikembangkan dalam bentuk saling tolong-menolong dan saling mendo’akan satu dengan yang lainnya. Bahkan silaturahmi yang dianggap paling baik adalah silaturahmi dengan orang atau kelompok yang sedang bermusuhan. Nabi Muhammad SAW menyebutkan dengan kata Afdolul fadhooil maksudnya perbuatan yang paling utama di antara perbuataan yang utama, sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Thabrani dari Mu’adz bin Jabal. Alangkah idealnya jika kelompok yang sedang bermusuhan berlomba-lomba saling mendahului untuk melakukan silaturahmi dan saling mendo’akan, sambil berjanji pada diri sendiri untuk tidak mudah diadu domba dan dipanasi pada permusuhan. Dalam membangun ketundukan hati dan kelembutan hati, yang tidak kalah penting adalah kesediaan dan kesungguhan kita untuk banyak ruku’ dan sujud secara bersama-sama. Artinya kita harus menjadi pemakmur masjid atau mushola yang kini hampir terdapat di berbagai tempat dan komunitas. Kebersamaan dalam ruku dan sujud yang kita lakukan dalam  shalat berjama’ah akan menumbuhkan kecintaan kepada Allah SWT yang kemudian diteruskan dengan kecintaan kepada sesama. Hal itu telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam membangun persaudaraan antara sahabat Muhajirin dan sahabat Anshar di kota Madinah, antara keduanya terdapat kesediaan untuk saling mendahulukan kepentingan saudaranya di atas kepentingan diri sendiri, Rasulullah SAW bersabda:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ)رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ(

Artinya:
 “Orang Islam adalah orang yang, orang-orang Islam lainnya merasa aman dari kejahatan lisan, dan tangannya. Orang yang hijrah adalah orang yang hijrah dari yang dilarang Allah menuju kepada yang diperintah oleh-Nya. (HR. Bukhari - Muslim(.

Sikap iri  dan dengki mendorong manusia terus berusaha dengan bersunguh-sunguh untuk memusnahkan kejayaan saudaranya itu. Sifat-sifat seperti ini merupakan satu penyakit umat Islam masa kini yang semakin tidak terkendali, sehingg umat Islam kini menderita kegagalan dalam bersaing dengan bangsa lain yang beragama selain Islam. Maka tidak heran jika terdapat banyak ayat Al-Quran dan Hadis yang melarang kita bersifat demikian. Sebagai contoh, baginda Rasulullah SAW pernah bersabda yang berbunyi:

اِيَّاكُمْ والحَسَدَ فَاِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ  (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ)
Artinya:
“Jauhilah sifat hasud (dengki), sesungguhnya kedengkian itu memakan kebaikan seperti  api yang membakar kayu  bakar”. (H.R. Abu Daud).

            Iri  dan dengki yang merupakan sifat syaitan yang sering masuk ke dalam watak dan perilaku manusia yang mempropogandakan persaudaraan dan kebersamaan akan dicabut oleh Allah SWT dengan sebab seringnya bersama-sama dalam ruku’ dan sujud tersebut bersama-sama dalam melaksanakan sholat.
Kebersamaan dalam ibadah ini mudah-mudahan akan membentuk cinta kita akan kebersamaan di dalam melaksankan hubungan yang sangat kita butuhkan bersama. Seperti dalam membangun lembaga pendidikan berkualitas, lembaga ekonomi dan keuangan yang tangguh, masjid megah dengan jama’ah yang banyak dan langgeng, pertanian subur dengan hasil berlimpah ruah, desa damai dengan keamanan yang terjaga, maupun hal-hal lain yang dibutuhkan bersama. Marilah kita habiskan tenaga dan kekuatan kita untuk  membangun umat dalam berbagai bidang kehidupan untuk tetap bersatu, dan bukannya dihabiskan untuk saling memfitnah, saling menjatuhkan, saling mencelakakan, saling membunuh. Tidak ada yang diuntungkan dengan dendam dan permusuhan itu, kecuali syaitan dan golongannya. 
Alhamdulilah, kita patut bangga dan bersyukur kepada Allah SWT., karena seiring dengan semangat gotong royong seirama dengan spirit bhineka tunggal ika, perbedaan-perbedaan yang timbul dari keragaman di negara kita ini, dipandang masih dalam kerangka fastabiqul khairat. Amin ya Rabbal alamin.
Jika berbagai perbedaan dilandasi dengan iman, diorientasikan menimba amal kebajikan, dijadikan sebagai iner power bagi kita, maka hal itu akan dapat tercipta suatu perdamaian yang nyata. Kita akan memperoleh pahala dan ampunan dari Allah SWT. Sebagaimana terangkai dalam al-Qur'an surat al-Maidah ayat: 9 yang berbunyi:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ۙ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
 
Artinya:
Allah telah berjanji kepada orang yang beriman dan beramal kebaikan, bagi mereka ampunan dan pahala berlimpahan. (QS al-Maidah: 9)

Semoga Allah menganugerahi kita keturunan dan generasi yang shaleh dan shalehah yang bersatu padu dalam kebaikan dan kebenaran, serta menganugerahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kita untuk dapat mencapai persatuan, kedamaian, dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar