Filsafat Pendidikan Islam
oleh : M. Ihsan Dacholfany
A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun
ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide
tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar
atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat adalah
sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan
arti sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung
tinggi. Ini adalah arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk
mendapatkan gambaran keseluruhan. 4) Filsafat adalah sebagai analisa
logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5)
Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli
filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya
semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli
filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu.
Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang
hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal
yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa
ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ?
Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu
telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada
rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha
untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan
teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme,
pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya
dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka
kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal
dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu
atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu
atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan
bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap
hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa
filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan
sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman
manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa
filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom).
Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab
disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan
bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang
masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di
atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau
semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan
demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan
pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga
memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim
digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para
ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek
pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang
berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan
adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba
menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1) Usaha
(kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang
dilakukan secara sadar; (2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3)
Ada yang di didik atau si terdidik; dan (4) Adanya dasar dan tujuan
dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang
dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki
ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan
agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai
agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup
sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara
mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri
kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan
hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber
untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia
dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al Qur’an
sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh
perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui
memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi
Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam
sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al
Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan
pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis
dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan
jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari
keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan,
serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan
demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami.
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami
menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba
kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada
jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )” Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang
yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada
hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama
hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
- Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
- Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
- Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini.
Pendidikan dalam arti umum mencakup
segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan
pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya
kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya
dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu
erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak
penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si
anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang
suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup
banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan
menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik
dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan
cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori
pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti
asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi
landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai
batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko
yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin
terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang
telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk
membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan
sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati
sebelumnya.
Sedangkan para ahli filsafat pendidikan,
sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan
debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari
permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan
mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat
dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila
mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka
tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang
sangat mendasar.
Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung
sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan
dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran
ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem
nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan
islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi
sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist,
meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
- Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
- Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
- Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
- Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya
dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu
kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber
primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai
sumber sekunder.
Dengan demikian, filsafat pendidikan
Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh
ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa
batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini
mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai
sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber
bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang
filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau
filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang
kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa
mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran
yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang
pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama
Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain
yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat
Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum,
metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam
kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang
asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
- Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
- Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
- Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
- Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
- Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan
digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat
berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai
pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan
di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan.
Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui
studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya
telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan
al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an
semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan
Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist
karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk
ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis,
yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap
sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam
hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan
pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini
biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori
keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu
pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan
digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan
digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an
dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah
menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang
terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita
katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas
tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam
yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang
dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini
segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika
diterapkan secara konsisten. Namun demikian adanya pandangan tersebut
bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai
kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila
mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak
bertentangan. Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian
secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena
apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan,
zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya
penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita
sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan
global.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
M. Ihsan Dacholfany adalah mahasiswa ISID 1997 – Staf Pengajar PP Gontor – Perpustakaan Darussalam)
=========
Tidak ada komentar:
Posting Komentar